Kamis, 27 September 2012

Mengenal Tradisi Serta Budaya Toraja

Siapa sih yang tidak tau suku Toraja, salah satu suku dari keempat suku yang ada di Sulawesi Utara yang memiliki berbagai macam kebudayaa dan tradisi yang unik. Dan pada kesempatan kali ini saya akan mengajak Sobat Batik semua untuk mengenal lebih dekat tentang Toraja ini.

Pertama-tama kita mulai dari letak Toraja. 

Letak daerah Tana Toraja terbentang mulai dari KM 280 sampai dengan 355dari ibu kota propinsi sulawesi selatan. Luas wilayah Tana Toraja adalah 3.205,77 KM atau sekitar 5% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan terletak antara 119-120 derajat BT dan 02-03derajat LS. Kondisi topdaerah ini terdiri atas pegunungan kurang lebih 40% dataran tinggi kurang lebih 20% dsataran rendah kurang lebih 38%, rawa-rawa dan sungai kurang lebih 2%. Tana Toraja berada di atas ketinggian antara 600m - 2800 m dari permukaan laut.


Ibu Kota Toraja
 
Makale Rante Pao merupakan ibu kota Kabupaten Tana Toraja. Dihiasi sebuah kolam dengan diameter puluhan meter dan lampu-lampu hias serta air mancurnya yang menawan, seolah menyambut kedatangan setiap orang yang tiba di Makale dan terkesan mewah.

Rumah Adat Toraja

Rumah Toraja bernama Tongkonan. Tongkonan sendiri mempunyai arti tongkon “duduk“, tempat “an” bisa dikatakan tempat duduk, tetapi bukan tempat duduk arti yang sebenarnya melainkan, tempat orang di desa untuk berkumpul, bermusyawarah, dan menyelesaikan masalah-masalah adat. 

Hampir semua rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang Matua sebetuan orang toraja bagi tuhan yang maha esa. Selain itu untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia ini.

Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau daun kelapa dan dapat bertahan sampai puluhan tahun. Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat (strata emas, perunggu, besi, dan kuningan). 

Kesan seketika muncul saat mencoba melongok ke dalam tongkonan tua yang gelap. Karena terdapat jenazah yang disemayamkan di dalam tongkonan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, diatas balai-balai setinggi pinggang di sudut ruang dalam tongkonan, untuk menunggu acara pemakaman.

 

Tarian Toraja

Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong).

Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. 
Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.

Upacara Kematian

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.


Kuburan-Kuburan Batu di Toraja

Di sini jasad diletakkan di liang-liang dalam sebuah dinding tebing cadas. Dulu orang menata tebing ini selama bertahun-tahun, sehingga jasad orang yang meninggal bisa ditanam di dalamnya. Semakin tinggi letak petinya, berarti strata sosialnya juga makin tinggi. Pada Kuburan Batu Lemo Tana Toraja dapat dilihat serambi tau-tau pada dinding batu terjal , menghadap kealam terbuka.


Adu Kerbau - Ma PASILAGA TEDONG
 
Salah satu budaya yang menarik dari Tana Toraja adalah adat Mapasilaga Tedong atau adu kerbau. Kerbau yang diadu di sini bukanlah kerbau sembarangan. Biasanya, kerbau bule (Tedong Bunga) atau kerbau albino yang menjadi kerbau aduan. Kerbau yang termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) tersebut merupakan spesies kerbau yang hanya ditemukan di Tana Toraja. Selain itu, ada juga kerbau Salepo yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung dan Lontong Boke yang berpunggung hitam. Jenis kerbau terakhir ini adalah yang paling mahal dengan bandrol mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau jantan yang sudah dikebiri juga bisa diikutsertakan dalam Mapasilaga Tedong ini.

Sebelum upacara adat berlangsung, puluhan kerbau yang akan diadu dibariskan di lokasi upacara. Kerbau-kerbau tersebut kemudian diarak dengan didahului oleh tim pengusung gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang berduka ke lapangan yang berlokasi di rante (pemakaman). Saat barisan kerbau meninggalkan lokasi, musik pengiring akan dimainkan. Irama musik tradisional tersebut berasal dari sejumlah wanita yang menumbuk padi pada lesung secara bergantian.
Sebelum adu kerbau dimulai, panitia menyerahkan daging babi yang sudah dibakar, rokok, dan air nira yang sudah difermentasi (tuak), kepada pemandu kerbau dan para tamu. Adu kerbau kemudian dilakukan di sawah, dimulai dengan adu kerbau bule. Adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Ma’tinggoro Tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas.

Kerbau adalah hewan yang dianggap suci oleh suku Toraja. Kegiatan budaya ini biasanya ditampilkan saat Upacara Adat Rambu Solo, upacara pemakaman leluhur yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya.
 

Gimana Sobat Batik, jauh lebih menarik dan unik bukan di banding dengan budaya-budaya asing yang selama ini kita saksikan di TV?.
Sekian informsi dari saya, semoga bisa bermanfaat dan menambah rasa cinta Sobat Batik terhadap budaya kita sendiri.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . Large News - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger